Langsung ke konten utama

Perihal Menghargai Orang Lain

Kedudukan, pangkat, status sosial, bisa bikin orang lupa diri. Lupa kalo semua manusia itu sama.




Pola pendidikan orang tua dan lingkungan tidak bisa dipungkiri memang punya andil dalam membentuk sikap seseorang. Begitupun gen terhadap sifat.


Kenapa gen? Karena setiap gen dalam tubuh manusia, mengandalikan satu sifat tertentu (emotionally or physically). Dan itu diwariskan atau akan menurun kepada keturunannya.


Tapi kemudian semua bisa dibentuk kembali dengan pola didik atau pola asuh yang diterapkan kepada calon "manusia besar" tadi. Sayangnya, tidak mudah merubah sifat seseorang. Sifat akan berefek pada perilaku. Perilaku akan terpampang melalui cara pikir dan sikap yang ditujukan kepada orang lain. Termasuk kepada keturunannya.


Di Indonesia, bangsa yang tumbuh, kaya, dan terkenal dengan kesopanan dan keramahan penduduknya. Bangsa yang penuh adab, norma, dan budaya. Ternyata masih ada 1, 2 orang yang lupa.


Mungkin generasinya berubah, zamannya sudah berbeda. Bahkan untuk mengatakan...

"Terima kasih"
"Tolong"

...sudah tidak lagi biasa. Tidak lagi ada di dalam kamus kata sehari-harinya.


Apa yang salah dengan kata tersebut sehingga untuk mengatakannya saja terasa berat?


Apa yang salah dengan kata tersebut sehingga untuk mengatakannya saja perlu ditentukan terlebih dahulu siapa penerimanya?




Setinggi apapun seseorang...

pada akhirnya, cara kita bersikap kepada orang lain yang akan menaikan derajat kita sebagai manusia.

cara kita bersikap kepada orang lain yang akan selalu diingat.

cara kita bersikap kepada orang lain yang akan menentukan apakah kita orang baik atau bukan.

cara kita bersikap kepada orang lain yang akan menjadi penilaian


...cara kita bersikap kepada orang lain yang akan mendefinisikan diri kita.






Ps : tulisan ini memang SENGAJA dibuat “general”, “ngambang”, dan “tidak ngena” karena banyaknyanya pihak dan faktor yang bisa disinggung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

COME AND SEE THE HISTORIES

Seodaemun Prison History Museum, Seoul, Korea Selatan Museum yang terletak di Seodaemun Independence Park awalnya adalah sebuah penjara lalu diubah menjadi museum yang dibangun tahun 1910. Penjara ini dipakai oleh tentara Jepang untuk memenjarakan dan menyiksa nasionalis Korea. Beberapa bangunan masih original dan dibuka untuk masyarakat. Di sini kamu bisa lihat sel-sel kecil dan sempit yang harus dihuni tahanan. Spot paling menyeramkan adalah ‘ Place of Experience’ , yaitu tempat dimana kamu bisa melihat manekin yang sedang menjalani siksaan yang dilakukan oleh tentara Jepang. Suara-suara teriakan, jeritan, dan rintian juga bisa kamu dengar disini. Bila turun ke bawah basement , kamu akan melihat lebih banyak display siksaan yang harus diterima oleh tawanan. Museum Medieval Torture Instruments, Praha, Republik Ceko Museum ini digunakan untuk memperlihatkan sejarah di Eropa tentang penyiksaan mengerikan pada para penyihir, ahli bid’ah dan musuh negara. Lebih dari 60...

My Relationship with "Ciki-cikian" aka MSG! Emang iya MSG bikin bodoh???

Kemarin ini baru aja nyobain satu snack untuk pertama kalinya. Sebagai pecinta gurih dan sebagai pecinta ngemil, snack satu ini emang enak bangettttt!!!! Seumur hidup aku makan ciki-cikian, ini yang terenak! Sebenernya dia ada dua rasa, tapi yang Honey Butter emang the best sih coy!!!! Anyway, don't get me wrong, di post kali ini aku bukan mau ngasih review soal makanan ini ya gengs! Ceritanya adalah waktu lagi makan ini snack, karena saking enaknya sampe berasa ketagihan terus gituloh. Terus ada sebuah pertanyaan di kepala muncul "gue nih makan ciki ciki terus, MSG kan selalu ada di setiap ciki, ntar gue makin bodoh gimana yak?" Nah, jadi post kali ini aku bakal bahas soal MSG .... hahaha Omongan soal MSG bikin bodoh itu udah santer banget di sekitar kita. Dari jadi bahan bercanda bareng temen sampe bahan nasihat dari orang tua. Nah, setelah nyari tau dan baca baca lebih lanjut ternyata MSG tuh aman kok untuk digunakan sebagai penyedap rasa ...

Bukan Malas, Tapi Tidak Punya Pilihan

Kali ini mau cerita tentang pengalaman pribadi yang aku gak pernah lupa. Sekali dua kali, aku mencoba melakukan kegiatan sosial yang sebenarnya sudah banyak juga orang lain lakukan; membagikan makanan ke orang-orang yang dirasa membutuhkan di pinggir jalan. Di tengah keramaian itu, ada seorang ibu yang mendekat dengan dua anak kecil yang beliau bawa. Usianya mungkin sekitar 40 tahun-an. Saat ku berikan makanan yang ku bagikan kepada mereka, si Ibu berkata "Terima kasih, mbak. Udah beberapa hari saya belum makan, dan cuma kasih anak-anak saya nasi dengan garam sama kerupuk." Sebuah ungkapan -terlepas apakah itu benar atau bohong- yang aku kira cuma ada di cerita-cerita aja, gak pernah aku sangka itu akan pernah aku dengar di telingaku sendiri. Singkat cerita, sedikit perbincangan kami di sana, aku mengetahui bahwa ibu tersebut tadinya bekerja sebagai buruh harian, namun sejak pandemi, pekerjaannya terhenti, dan si ibu berusaha tetap menyambung hidup dengan mencoba menjual tisu...