“Love is a condition in which the happiness of another person is essential to your own.”
-Robert Heinlein
Tertanggal 24 februari. Udah mau akhir bulan aja. Btw minggu lalu abis valentine ya, dan gara gara valentine itu jadi kepikiran sesuatu buat ditulis. Yhaa gak jauh-jauh soal romantisme, sih, karena valentine kan berhubungan dengan itu.
Berbagi kasih sayang sebetulnya gak cuma di hari valentine itu aja, seharusnya setiap hari kan ya? Makin hari makin ditunjukkan malah kalo bisa. Gak cuma ke pasangan tapi juga ke orang tua, temen, atau keluarga.
Ngomong-ngomong soal pasangan, trus jadi keinget soal pernikahan. Apalagi sekarang euforia nikah di usia muda (nikah muda) lagi terasa banget maraknya. Aku sendiri ada sih keinginan buat menikah di usia yang-ternyata-setelah-aku-cari-tau, itu tergolong muda. Beberapa temenku juga udah ada yang nikah bahkan udah punya anak.
Sebetulnya fenomena nikah muda itu udah lama banget terjadi di Indonesia, bahkan bisa dibilang nikah muda tuh udah jadi tradisi. *from okezone.
Sebetulnya fenomena nikah muda itu udah lama banget terjadi di Indonesia, bahkan bisa dibilang nikah muda tuh udah jadi tradisi.
Jadi kalo dibilang nikah muda itu hal baru yaa enggak juga, karena nyatanya dari dulu sudah banyak daerah-daerah di indonesia yang melaksanakan hal tersebut atas berbagai alasan.
Bulan Oktober 2019 lalu ternyata sudah diundangkan revisi UU tentang perkawinan di Indonesia. You may wanna check down here, I have the link for you.
Luv!
sumber : tirto.id |
Tapi belakangan ini, dengan adanya sosial media, nikah muda tuh euforianya, kayak, makin kerasa banget. Gak bisa dipungkiri memang dengan adanya sosial media sekarang ini, kehidupan akan dengan mudah diekspos, salah satunya adalah kehidupan berkeluarga. Belakangan juga ada beberapa public figure yang melaksanakan pernikahan di usia muda dan mereka membagikan momen bahagia tersebut di akun sosial media mereka. Hmm... bikin yang liat juga jadi ikut baper pingin cepet menikah hahaha!
Eittss tunggu dulu! Kalo ditelusuri lebih lanjut, pro dan kontra soal nikah muda ini ternyata masih sangat bertebaran di kalangan masyarakat. Pengaruh terjadinya nikah (atau dalam pembahasan ini, nikah muda) kalo dulu hanya karena faktor kehidupan, sekarang jadi bertambah yaitu faktor gengsi (again, gara-gara liat sosial media). Padahal segala hal ada plus dan minus-nya masing-masing.
Let’s scroll down to know more about it!
THE PROS!
1. Menjauhkan Diri dari Zina dan Menyempurnakan Agama!
Ini adalah salah satu alasan yang sangat dikedepankan oleh pihak yang pro terhadap nikah muda. Pasalnya, menurut agama islam sendiri memang menikah adalah untuk menyempurnakan setengah dari agama dan juga menjauhkan diri dari zina, sebagaimana ada diterangkan oleh sabda Rasulullah ﷺ:
من تزوج فقد أحرز شطر دينه فليتق الله في الشطر الثاني
"Siapa saja menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi." (Thabarani dan Hakim)Al-Qurthubi juga melanjutkan:
“Makna hadits ini bahwa nikah akan melindungi orang dari zina.”
Masa dewasa muda sebagaimana menurut Santrock (18-25 tahun) adalah masa transisi dari remaja ke dewasa. Hal ini ditandai oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat ekperimen dan eksplorasi. Sejalan dengan itu, Erikson juga menyatakan bahwa konflik psikologis di masa dewasa awal adalah intimacy vs isolation yang tercermin dalam pikiran dan perasaan mereka tentang membuat komitmen tetap pada pasangan dekat.
Mereka mulai merasakan keinginan untuk berhubungan lebih intim/akrab dengan individu lainnya. Pada tahap ini, mereka akan mulai mengembangkan gairah seksual dalam hubungan timbal balik dengan orang yang mereka cintai. Jika hal ini mampu dilaksanakan dengan baik maka individu akan mengalami hubungan yang baik dan sehat dengan lawan jenisnya.
Sayangnya, krisis tersebut tidak jarang kurang berhasil dilakukan. Salah satu buktinya adalah dengan adanya fenomena penyimpangan norma dan budaya, seperti seks pranikah.
Data dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 menunjukkan wanita dan pria (15 – 24 tahun) pernah melakukan hubungan seksual pranikah dengan persentase wanita sebesar 2% dan pria sebesar 8%, dimana pria umur 15-19 tahun sekitar 3,6% dan umur 20-24 tahun sekitar 14% yang didasari dari beragam alasan.
Tiga alasan dengan persentase terbesar adalah alasan saling cinta sebanyak 46,1%, penasaran/ingin tahu sebanyak 34%, dan terjadi begitu saja sebanyak 15,4%.
Melakukan hubungan seksual tanpa adanya ikatan suci, dalam semua agama merupakan suatu perbuatan berdosa yang sangat tidak terpuji, sehingga dengan menikah maka perbuatan tersebut tidak lagi menjadi sebuah perbuatan dosa apabila dilakukan terhadap pasangan.
2. Mendewasa dan Belajar Bersama
Proses pendewasaan sudah berlangsung dari sejak kecil dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Bukan dilihat dari usia, melainkan dari sikap, tingkah laku, tindakan, dan cara seseorang dalam menghadapi suatu hal. Berdasarkan kamus Webster, pendewasaan berarti keadaan maju bergerak ke arah kesempurnaan.
Dalam pernikahan, akan banyak situasi dan kondisi baru yang dihadapi oleh suami-istri yang mana situasi dan kondisi tersebut tidak akan dialami oleh mereka yang masih belum menikah. Tanpa disadari pasangan suami-istri akan bereaksi dalam menghadapi situasi-situasi tersebut.
Pada saat ini lah proses pendewasaan dimulai, proses tersebut bukan proses yang mudah untuk dilakukan oleh seorang pasangan mengingat usia yang masih muda; menekan ego masing-masing dan dituntut untuk dapat menemukan jalan tengah terbaik dalam situasi-situasi yang dihadapi.
Walaupun sulit, namun keadaan tersebut mampu melatih dan membentuk masing-masing pribadi pasangan menjadi lebih dewasa secara emosional, tidak hanya dalam permasalahan terkait rumah tangga tapi juga permasalahan kehidupan lainnya.
3. Masih Prima
Tentunya di usia yang masih produktif ini, masih banyak hal yang ingin dilakukan, seperti travelling, atau hal-hal kecil lainnya. Momen-momen tersebut akan menjadi sebuah kenangan indah untuk dikenang di masa tua mendatang.
Dengan menikah di usia muda, semua kegiatan tersebut dapat dilakukan bersama dan tentunya pasangan memiliki waktu yang lebih panjang untuk melakukan kegiatan tersebut, mengingat umur yang masih muda dan kondisi fisik yang masih kuat. Setiap hari bertemu dan saling membantu melakukan kegiatan rumah tangga bersama juga merupakan momen menyenangkan yang mampu menambah keakraban diantara pasangan.
sumber : suara.com |
Enggak cuma itu, dengan menikah di usia muda, jarak umur antara orang tua dan anak tidak akan terpaut jauh. Sehingga, saat anak sedang lincah-lincahnya bergerak, orang tua muda ini akan masih sangat kuat untuk menjaga dan mengimbangi sang anak.
Selain itu, sebagai seseorang yang masih berjiwa muda tentunya masih sangat antusias mengikuti perkembangan trend dan teknologi yang ada, tidak terkecuali trend dan teknologi yang dapat membantu orang tua untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Di tahun-tahun berikutnya pun ketika anak sudah beranjak remaja, orang tua masih sangat terasa menyenangkan untuk diajak beraktivitas bersama mereka serta menjadi teman bicara yang mampu memahami mereka.
Sayangnya, ada pro, maka ada juga kontra. Konsep pernikahan seolah hanya membahas mengenai keintiman dan keromantisan saja, dan terkesan mengesampingkan perihal pentingnya mental, biologis, dan ekonomi.
Menikah memang suatu yang baik untuk dilakukan dan juga diperintahkan di semua agama, tapi dalam menjalankannya tidak hanya memerlukan keberanian tanpa adanya persiapan.
THE CONS!
1. Pondasi Generasi Bangsa
Tradisi menikah muda sangat kental di Indonesia. Banyak orang menganggap nikah muda adalah alternatif yang bisa dilakukan untuk mencapai keberhasilan tugas sebagai orang tua terhadap anaknya, ataupun untuk menghindari masalah yang berasal dari faktor lainnya (ex: ekonomi, pendidikan).
Departemen Biostatistika dan Kependudukan Universitas Airlangga dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi Perkawinan Muda Perempuan” menyatakan bahwa
64,3% remaja tamatan SD cenderung menikah lebih cepat dibanding remaja tamatan kuliah
47,6% remaja pengangguran lebih memilih menikah daripada harus capek-capek bekerja.
Para remaja berpendidikan rendah dan pengangguran ini juga memiliki orang tua yang berpendidikan rendah dan sudah pensiun
Plan International juga mencatat bahwa
55,8% laki-laki Indonesia menikah muda karena masalah finansial
58,8% perempuan Indonesia menikah muda karena masalah finansial
Sebagai pondasi awal dari sebuah generasi, tentunya banyak yang harus dipersiapkan untuk mendidik keturunan sebagai generasi penerus bangsa. Selain dibutuhkan pola pikir dan mental yang siap, pendidikan juga tidak kalah penting dalam membangun sebuah keluarga.
Mental yang siap akan selalu dibutuhkan dalam menghadapi prahara rumah tangga yang terjadi, dimana tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus dan sempurna. Sedangkan pola pikir serta pendidikan akan dibutuhkan untuk membuat keputusan dan memberikan pendidikan kepada anak, mengingat rumah dan keluarga adalah sekolah pertama bagi setiap anak.
Maka dari itu, sangatlah perlu kita menyiapkan semua hal tersebut sebelum berani memutuskan untuk berumah tangga. Sebagai calon orang tua, tentunya haruslah bertanggung jawab terhadap proses tumbuh kembang anak agar anak tersebut bisa menjadi bibit yang dapat membanggakan keluarga, agama, dan negara.
2. Pertimbangan Faktor Finansial
Nyatanya, meskipun rejeki sudah diatur oleh Tuhan, namun kita pun tetap harus berusaha. Rejeki dalam hal finansial tidak akan tiba-tiba turun dari langit setelah menikah. Sedangkan ketika memutuskan untuk berkeluarga, berarti pasangan harus mampu untuk menghidupi diri sendiri tanpa campur tangan orang tua. Terlebih lagi ketika sudah memutuskan untuk memiliki keturunan.
Saat ini harga kebutuhan barang terus naik, dari mulai bahan pokok (sandang, pangan, papan) hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti biaya sekolah.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh CNN Indonesia.com di tahun 2019, untuk mendaftarkan anak usia TK di sekolah swasta Jakarta orang tua perlu menyiapkan dana sekitar Rp15-20 juta, sedangkan untuk di sekitar Jakarta seperti Tangerang Selatan dan Depok biaya yang diperlukan adalah sekitar Rp8-13 juta.
Sedangkan untuk SD swasta dengan kurikulum nasional plus atau kurikulum berstandar nasional yang dikombinasikan dengan kurikulum internasional, di Jakarta biaya masuk berkisar Rp25-40 juta. Biaya tersebut merupakan biaya masuk yang umumnya meliputi uang pangkal, biaya seragam, dan SPP bulan pertama.
Let's check this article!
3. Masih Banyak Hal Positif
Pernikahan bukan hanya mengenai segala hal yang indah karena tidak bisa dipungkiri bahwa pasti terdapat pula konflik di dalamnya. Apa yang terpampang di sosial media tentulah hanya hal-hal yang menyenangkan saja.
Jika mengacu pada alasan bahwa pernikahan adalah untuk menjauhkan zina, sebetulnya hal tersebut kembali lagi ke pribadi masing-masing. Untuk menjauhi zina, penyelesaiannya bukan hanya dengan menikah saja. Gagasan Freud mengenai mekanisme pertahanan diri (self-defense mechanism) bisa dijadikah bahan belajar bagi kita.
Beliau mengemukakan beberapa mekanisme dan salah satunya adalah displacement, dimana emosi/rasa yang tertahan akan diarahkan ke tujuan yang (ex: ide-ide, objek-objek, atau orang lain) daripada ke sumber primer emosi.
Hmm... pendeknya adalah "luapan emosi terhadap seseorang atau objek dialihkan kepada seseorang atau objek yang lain."
Dengan ini, kita seharusnya bisa menyalurkan hasrat seksual ke hal-hal lain seperti berlibur, berolahraga, dan sebagainya.
Menikah di usia muda memang tidak salah, hanya saja terkadang kita hanya menggunakan satu hal sebagai alasan untuk menikah dan melupakan pertimbangan lainnya. Sebagai manusia dewasa tentunya harus dapat melihat secara lebih luas dan mendetail sebelum akhirnya mengambil suatu keputusan sehingga dapat meminimalisir permasalahan yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Kembali lagi, menikah bukan hanya untuk menyatukan cinta seorang laki-laki dan perempuan, tapi juga untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Kata mereka tentang nikah muda….
Nope! I guess I won’t go that far haha, sorry. But you can always read some books that talk about “the roller coaster of marriage life”, or maybe you can just google it. I found a lot stories on google, so go get yourself a try!
Komentar
Posting Komentar